Sabtu, 01 Maret 2014

FILSAFAT ISLAM

A.    PENGERTIAN FILSAFAT ISLAM

      Dari segi bahasa,filsafat berasal dari kata philo yang berati cinta, dan kata sophos yang berati ilmu atau hikmah.5 Dengan demikian bahasa filsafat berati cinta terhadap ilmu dan hikmah.dalam hubungan ini, AL-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sifat positif terhadapnya. Untuk ia mengatakan bahwa filsafat berati mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalama-pengalaman manusia.6
       Selanjutnya kata islam berasal dari bahasa arab aslama, yuslimu, islaman yang berati patuh, tunduk, berserah diri, serta memohon selamat dan sentosa.7 Kata tersebut berasl dari salimah yang berati selamat, sentosa, aman dan damai.8 Selanjutnya islam menjadi istilah atau nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat Manusia melalui Nabi Muhamad Saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaranya yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaranyang mengambil berbagai aspek itu ialah Alquran dan Hadis.9
Selanjutnya apa yang dimaksud filsafat islam itu? Untuk  ini terdapat sejumlah pakar yang mengemukakan pendapatnya. Musa Asy’ari misalnya, mengatakan bahwa Filsafat Islam itu pada dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah. Dalam kaitan ini diperlukan pendekatan historis terdapat Filsafat Islam yang tidak menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting lagi adalah memahami proses dialetik pemikiran yang berkembang melalui  kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman. Oleh karena itu, perlu dirumuskan prinsip-prinsip dasar filsafat islam, agar dunia pemikiran islam terus berkembang sesuai dengan perubahan zaman10. Lebih lanjut Musa Asy’ari berpendapat bahwa filsafat islam dapat di artikan sebagai kegiatan pemikiran yang bercorak islami. Islam disini menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran. Filsafat disebut islami bukan karena yang melakukan aktivitas kefilsafatan itu orang yang beragama islam, atau orang yang berkebangsaan arab atau dari segi objeknya yang membahas mengenai pokok-pokok keislaman11.
Selanjutnya dijumpai pula pengertian Filsafat Islam yang dikemukakan Amin Abdullah. Dalam hubungan ini ia mengatakan: “meskipun saya tidak setuju untuk mengatakan bahwa filsafat islam tidak lain dan tidak bukan adalah rumusan pemikiran Muslim yang di tempeli begitu saja dengan konsep filsafat Yunani, namun sejarah mencatat bahwa mata rantai yang menghubungkan gerakan pemikiran filsafat islam era kerajaan Abbasiyah dan dunia luar di wilayah islam, tidak lain adalah proses asimilasi dan akulturasi kebudayaan islam dan kebudayaaan Yunani lewat karya-karya filosof muslim, seperti Al-kindi (185 H/801 M.-260 H./873 M.), Al-Farabi (258 H/870 M.-339 H./950 M.), Ibn Miskawaih (320 H./932 M.-421 H/1030 M.), Al-Farabi (258 H/870 M.-339 H./950 M.), Ibn Sina (370 H/980 M.-428 H/1037 M), Al-Gazali (450 H/1058 M.-505 H/1111 M.)  dan Ibn Rusyd (520 H/1126 M.-595 H/1198 M.) Filsafat profetik (kenabian), sebagai contoh, tidak dapat kita peroleh dari karya-karya Yunani. Filsafat kenabian adalah trade mark  filsafat islam12. Juga karya-karya Ibn Bajjah (wafat 533 H / 1138 M), Ibn Tufail (wafat 581 H./1185 M) adalah spesifik dan orisinal karya filosof muslim. Memang Alqur’an membawa cara yang sama sekali baru untuk melihat Tuhan dan Alam, dan juga membahas hukum-hukum yang tidak dapat diredusir dalam filsafat Yunani13.
Selanjutnya, Damardjati Supadjar berpendapat bahwa dalam istilah filsafat islam dalam arti filsafat tentang islam yang dalam bahasa inggris kita kenal sebagai philosophy of islam. Dalam hal ini islam menjadi bahan telaah, objek material suatu studi dengan sudut pandang atau objek formalnya, yaitu filsafat. Jadi disini islam menjadi genetivus objectivus. Kemungkinan kedua, ialah filsafat islam dalam arti islamic philosophy , yaitu suatu filsafat yang islami. Disini islam Genetivus subjectivus, artinya kebenaran Islam terbabar pada dataran kefilsafatan14.
Dalam pada itu dijumpai pendapat Ahmad Fuad Al-Ahwani yang mengatakan bahwa filsafat islam ialah pembahasan yang meliputi berbagai soal alam semesta dan berbagai macam-macam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun bersama lahirnya agama islam15.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, filsafat islam dapat di ketahui melalui lima cirinya sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi sifat dan coraknya, filsafat Islam berdasar pada ajaran islam yang bersumberkan Al-qur’an dan Hadits. Dengan sifat dan coraknya yang demikian itu, filsafat islam berbeda dengan filsafat yunani atau filsafat barat pada umumnya yang semata-mata mengandalkan akal pikiran(rasio). kedua, dilihat dari segi ruang lingkup pembahasannya, filsafat islam mencakup pembahasan bidang fisika atau alam raya yang selanjutnya disebut bidang kosmologi; masalah ketuhanan dan hal-hal yang bersifat yang non materi ,yang selanjutya disebut bidang metafisika; masalah kehidupan di dunia, kehidupan di akhirat; masalah ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan lain sebagainya; kecuali masalah zat ketuhanan. Ketiga, dilihat dari segi datangnya filsafat islam sejalan dengan perkembangan dengan islam itu sendiri, tepatnya ketika bagian dari ajaran islam memerlukan penjelasan secara rasional dan filofis; keempat, dilihat dari segi yang mengambangkannya, filsafat islam dalam arti materi pemikiran filisifatnya, bukan kajian sejarahnya, disajikan oleh orang-orang yang beragama islam, Kindi Al-farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Tufail, Ibn Bajjah. Kelima, dilihat dari segi kedudukannya, filsafat islam sejajar dengan bidang studi keislaman lainnya seperti fiqih, ilmu kalam, tasawuf, sejarah kebudayaan islam dan pendidikan islam.
Berbagai bidang menjadi garapan islam telah diteliti oleh para ahli dengan menggunakan berbagi metode dan pendekatan secara seksama, dan hasilnya telah dapat kita jumpai saat ini. Beberapa hasil penelitian tentang filsafat islam tersebut perlu kita kaji, selain sebagai bahan informasi untuk mengembangkan wawasan kita mengenai filsafat islam, juga untuk mengetahui metode dan pendekatan yang digunakan para peneliti tersebut, sehingga pada gilirannya kita dapat mengembangkan pemikiran filsafat islam dalam rangka menjawab berbagai masalah yang muncul di masyarakat. 

B.        MODEL MODEL PENELITIAN FILSAFAT ISLAM 

             Dibawah ini kita sajikan berbagai model penelitian filsafat Islam yang dilakukan para ahli dengan tujuan untuk dijadikan bahan perbandingan bagi pengembangan filsafat islam selanjutnya

1.      Model M. Amin Abdullah
Dalam rangka penulisan disertasinya, M. Amin Abdullah mengambil bidang penelitiannya pada masalah filsafat Islam. Hasil penelitiannya ia tuangkan dalam bukunya berjudul The Idea of Universality Ethical Norm in Ghazali and Kant. Dilihat dari segi judulnya, penelitian ini mengambil metode penelitian kepustakaan yang bercorak deskriptif, yaitu penelitian yang mengambil bahan-bahan kajiannya pada berbagai sumber baik yang ditulis oleh tokoh yang diteliti itu sendiri (Sumber Primer), maupun dari sumber yang ditulis dari orang lain mengenai tokoh yang ditelitinya itu (Sumber Sekunder). Bahan-bahan tersebut selanjutnya diteliti keotentikannya secara seksama, diklasifikasikan menurut variable yang ingin ditelitinya, dalam hal ini masalah etik, dibandingkan antara satu sumber dengan sumber lainnya di deskripsikan (Diuraikan menurut logika berfikir tertentu), dianalisis dan disimpulkan.
Selanjutnya dilihat dari segi pendekatan yang digunakan, M. Amin Abdullah kelihatannya mengambil pendekatan studi tokoh dengan cara melakukan studi komparasi(perbandingan) antara pemikiran kedua tokoh tersebut (Al Ghazali dan Immanuel Kant), khususnya dalam bidang etika.
Hasil penelitian Amin Abdullah dalam bidang filsafat islam selanjutnya dapat dijumpai dalam berbagai karyanya baik yang ditulis secara tersendiri, maupun gabungan dengan karya karya orang lain. Dalam bukunya berjudul Studi Agama Normativitas atau Historisitas, M. amin Abdullah mengatakan ada kekaburan dan  kesimpangsiuran yang patut disayangkan di dalam cara berfikir kita, tidak terkecuali di lingkungan perguruan tinggi dan kalangan akademis. Tampaknya kita sulit membedakan antara filsafat dan sejarah filsafat, antara filsafat islam dan sejarah filsafat islam. Biasanya kita korbankan kajian filsafat, karena kita selalu dihantui oleh trauma sejarah abad pertengahan, ketika sejarah filsafat islam diwarnai oleh pertentangan pendapat dan perlehatan pemikiran antara Al Ghazali dan Ibnu Sina, yang sangat menentukan jalannya sejarah pemikiran umat islam.
Kritik Amin Abdullah tersebut timbul setelah ia melihat melalui penelitiannya, bahwa sebagian penelitian filsafat islam yang dilakukan para ahli selama ini berkisar pada masalah sejarah filsafat islam, dan bukan pada materi filsafatnya itu sendiri.
Penelitian yang polanya mirip dengan Amin Abdullah tersebut dilakukan pula oleh Sheila Mc Donough dalam karyanya berjudul Muslim Ethics and Modernity, A Comparative Study of The Ethical Thought of Sayyid Ahmad Khan and Mawlana Mawdudi. Buku tersebut telah diterbitkan oleh Wilfrid Laurier University Press, Kanada, pada tahun 1984. Dalam buku tersebut yang dijadikan objek penelitian adalah Ahmad Khan dan Mawlana Mawdudi yang keduannya adalah orang Pakistan dan telah dikenal di dunia islam. Penelitian tersebut termasuk kategori penelitian kualitatif, berdasar pada sumber kepustakaan yang ditulis oleh kedua tokoh tersebut atau oleh orang lain mengenai tokoh tersebut. Sedangkan corak penelitiannya adalah penelitian deskriptip analitis, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tokoh dan komparatif studi. Melalui penelitian demikian akan dapat dihasilkan kajian mendalam dalam salah satu bidang kajian, serta latar belakang pemikiran yang menyebabkan mengapa kedua tokoh tersebut mengemukakan pendapatnya seperti itu.


2.      Model Otto Horrassowitz, Majid Fakhry dan Harun Nasution
Dalam bukunya berjudul History of Muslim philosophy, yang diterjemahkan dan disunting oleh M.M Syarif ke dalam bahasa Indonesia menjadi Para Filosof Muslim,  Otto Horrassowitz telah melakukan penelitian terhadap seluruh pemikiran filsafat Islam yang berasal dari tokoh tokoh filosof abad klasik, yaitu Al Kindi, Ar Razi, Al Farabi, Ibn Miskawaih, Ibn Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, Ibn Rusyd dan Nasir Al Din Al Tusi. Dari Al Kindi dijumpai pemikiran filsafat tentang Tuhan, keterhinggaan, ruh dan akal. Dari Ar Razi dijumpai pemikiran filsafat tentang teologi, moral, metode, metafisika, Tuhan, Ruh, Materi, Ruang, dan Waktu. Selanjutnya, dari Al Farabi dijumpai pemikiran filsafat tentang logika, kesatuan filsafat, teori sepuluh kecerdasan, teori tentang akal, teori tentang kenabian, serta penafsiran atas Al Qur’an. Selanjutnya dari Ibn Miskawaih dijumpai pemikiran Filsafat tentang Moral, Pengobatan Rohani, dan Filsafat sejarah. Dalam pada itu dari Ibn Sina dikemukakan pemikiran filsafat tentang wujud, hubungan Jiwa dan raga, ajaran kenabian, Tuhan dan Dunia. Dari Ibnu Bajjah dijumpai pemikiran filsafat tentang materi dan bentuk, psikologi, akal dan pengetahuan, Tuhan, sumber pengetahuan, politik, etika, dan tasawuf. Dari Ibn Tufail dikemukakan pemikiran filsafat tentang akal dan wahyu sebagai yang dapat saling melengkapi yang dikemas dalam Novel fiktifnya berjudul Hay Ibn Yaqzan yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia: Tujuan risalah, Doktrin tentang dunia, Tuhan, Kosmologi cahaya, epistomologi, etika, filsafat, dan agama. Selanjutnya dari Ibn Rusyd, dikemukakan pemikiran filsafat tentang hubungan filsafat dan agama, jalan menuju Tuhan, jalan menuju Pengetahuan, jalan menuju ilmu, dan jalan menuju wujud. Dalam pada itu dari Nasir Al din Tusi dikemukakan pemikiran filsafat tentang akhlak nasiri, ilmu rumah tangga, politik, sumber filsafat praktis, psikologi, metafisika, Tuhan, Creatio ex nibilo, kenabian, baik dan buruk serta logika.
Selain mengemukakan berbagai pemikiran filosofis sebagaimana tersebut diatas, Horrassowiz juga mengemukakan mengenai riwayat hidup serta karya tulis dari masing masing tokoh tersebut. Untuk mendalami berbagai pemikiran filosofis tersebut silakan anda langsung membaca buku tersebut, karena disini hanya dikemukakan dari sisi penelitiannya saja.
Dengan demikian jelas terlihat bahwa penelitiannya termasuk penelitian kualitatif. Sumbernya kajian pustaka, metodenya deskriptis analitis, sedangkan pendekatannya historis dan tokoh. Yaitu bahwa apa yang disajikan berdasarkan data-data yang ditulis ulama terdahulu, sedangkan titik kajiannya adalah tokoh.
Penelitian serupa itu juga dilakukan oleh Majid Fakhry. Dalam bukunya berjudul A History of Islami Philosophy dan diterjemahkan oleh mulyadi kartanegara menjadi sejarah  filsafat Islam, Majid Fakhry selain menyajikan hasil penelitiannya tentang Ilmu Kalam, Mistisme, dan kecenderungan-kecenderungan modern dan kotemporer juga berbicara tentang filsafat. Khusus dalam bidang filsafat, ia berbicara tentang Al Kindi, Ibn Ar Rawandi, Ar Razi, Abu Hayyan Al Tauhidy, Ibn Maskawaih, Yahya bin adi , Ibn Massarah, Al Majrithi, Ibn Bajjah, Ibn Tufail, Ibn Rusyd, As Suhrawardi dan Shadr Ad Din Asy Syirazi. Majid Fakhry selain mengemukakan riwayat hidup dan karya-karya dari masing-masing tokoh tersebut juga mengemukakan pemikirannya dalam bidang filsafat.
Penelitiannya tersebut tampaknya menggunakan campuran, yaitu selain menggunakan  pendekatan historis juga menggunakan pendekatan kawasan, bahkan pendekatan subtansi. Melalui pendekatan historis, ia mencoba meneliti latar belakang munculnya berbagai pemikiran filsafat dalam islam. Sedangkan dengan pendekatan kawasan, ia mencoba mengelompokkan para filosof kedalam kelompok timur dan barat (dalam hal ini spanyol), dan dengan pendekatan substansi, ia mencoba mengemukakan berbagai pemikiran filsafat yang dihasilkan dari berbagai tokoh tersebut. Untuk lebih mendalami materi kajian yang dikemukakan oleh para tokoh tersebut silakan anda langsung menelan buku tersebut.
Dalam pada itu Harun Nasution, juga melakukan penelitian filsafat dengan menggunakan bahan bahan bacaan baik yang ditulis oleh tokoh yang bersangkutan maupun penulis lain yang berbicara mengenai tokoh tersebut, dengan demikian penelitiannya bersifat kualitatif.
Melalui pendekatan tokoh, Harun Nasution mencoba menyajikan pemikiran filsafat berdasarkan tokoh yang ditelitinya yang dalam hal ini Al Kindi, Al Farabi, Ibn Sina, Al Ghazali, dan Ibn Rusyd. Sedangkan dengan pendekatan historis, Harun Nasution mencoba menyajikan tentang sejarah timbulnya pemikrian filsafat islam yang dimulai dengan kontak pertama antara islam dan ilmu pengetahuan serta falsafah Yunani.

3.      Model Ahmad Fuad Al Ahwani
Ahmad Fuad Al Ahwani termasuk pemikir modern dari Mesir yang banyak mengkaji dan meneliti bidang filsafat islam. Salah satu karyanya dalam bidang filsafat berjudul filsafat islam. Dalam bukunya ini ia selain menyajikan sekitar problem filsafat islam juga menyajikan tentang zaman penerjemahan, dan filsafat yang berkembang di kawasan Masyriqi dan Maghribi. Di kawasan Maghribi ia kemukakan Ibn Bajjah, Ibn Tufail dan Ibn Rustd. Selain mengemukakan riwayat hidup serta karya dari masing-masing tokoh filosof tersebut, dikemukakan tentang jasa dari masing masing filosof tersebut serta pemikirannya dalam bidang filsafat.
Dengan demikian, metode penelitian yang ditempuh Ahmad Fuad Al Ahwani adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan. Sifat dan coraknya adalah penelitian deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah pendekatan yang bersifat campuran, yaitu pendekatan historis, pendekatan kawasan dan tokoh. Melalui pendekatan historis, ia mencoba menjelaskan latar belakang timbulnya pemikiran filsafat Islam, sedangkan dengan pendekatan kawasan ia mencoba membagi tokoh tokoh filosof menurut tempat tinggal mereka, dan dengan pendekatan tokoh, ia mencoba mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai dengan tokoh yang mengemukakannya.
Berbagai hasil penelitian yang dilakukan para ahli mengenai filsafat islam tersebut memberi kesan kepada kita, bahwa pada umumnya penelitian yang dilakukan bersifat penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan bacaan sebagai sumber rujukannya. Metode yang digunakan umumnya bersifat deskriptif analitis. Sedangkan pendekatan yang digunakan umumnya pendekatan historis, kawasan, dan subtansial. Penelitian dan pengkajian filsafat demikian sulit diharapkan dapat melahirkan para filosof. Penelitian tersebut belum berhasil mengangkat dasar pemikiran yang membentuk filsafat itu sendiri. Pengkaji filsafat biasanya terbiasa dengan diskusi dan perbincangan yang begitu mendalam tentang uraian-uraian dan kutipan filosofis, hampir seolah-olah kutipan kutipan filosofis itu baru saja dihasilkan dan seolah-olah tidak mengalami kesulitan interpretasi yang melelahkan.
Berdasarkan informasi tersebut, sebenarnya masih terbuka luas objek penelitian di bidang filsafat Islam, yaitu objek yang berkenaan dengan cara atau metode yang digunakan oleh para filosof terdahulu untuk kemudian dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk selanjutnya digunakan bagi kepentingan pengembangan pemikiran filsafat lebih lanjut.





PENUTUP

Apa yang dikemukakan para peneliti terhadap pemikiran filsafat Islam tersebut nampak selalu menyajikan tokoh yang dari satu sisi ada tokoh yang bersamaan diteliti, dan ada pula tokoh yang tidak diangkat oleh peneliti yang satu, namun oleh peneliti lainnya diangkat. Kita tidak tahu persis mengapa hal itu bisa terjadi. Apakah karena keterbatasan sumber rujukan yang dimiliki masing masing atau karena maksud lainnya yang disebabkan karena peneliti tersebut kurang tertarik atau tidak sejalan dengan tokoh filosof yang ditelitinya.
Dewasa ini setahap demi setahap pemikiran filsafat islam atau berfikir secara filosofis sudah mulai diterima masyarakat. Berbagai kajian di bidang keagamaan selalu dilihat dari segi pemikiran filosofisnya, sehingga makna subtansial, hakikat, inti, dan pesan spiritual dari setiap ajaran keagamaan tersebut dapat ditangkap dan dihayati dengan baik. Tanpa bantuan filsafat, masyarakat cenderung terjebak kedalam bentuk ritualistik semata mata tanpa tahu apa pesan filosofis yang terkandung dalam ajaran tersebut. Filsafat juga semakin diperlukan dalam situasi yang semakin memadu dan menyatu antara satu bidang pengetahuan dengan pengetahuan lainnya.

Filsafat islam itu sendiri sangat banyak sekali diadopsi oleh filasafat yunani (barat) sehingga kebanyakan orang-orang islam itu sendirilah yang cenderung lebih bersifat menerima akan doktrin-doktrin Al-Qur’an dan Al-Hadits. Medote Diakronislah yang kami pakai dalam makalah ini, dengan membandingkan antara filsafat islam dan filsafat yunani. Kemudian kami mengasumsikan bahwa ternyata akan ada studi komparasi dari kesemuaan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar