A.
PENGERTIAN
FILSAFAT ISLAM
Dari segi bahasa,filsafat berasal dari
kata philo yang berati
cinta, dan kata sophos yang berati
ilmu atau hikmah.5 Dengan demikian bahasa filsafat berati cinta
terhadap ilmu dan hikmah.dalam hubungan ini, AL-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah
hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha
mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sifat positif
terhadapnya. Untuk ia mengatakan bahwa filsafat berati mencari hakikat sesuatu,
berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalama-pengalaman manusia.6
Selanjutnya kata islam berasal dari
bahasa arab aslama, yuslimu, islaman yang berati patuh, tunduk, berserah diri, serta memohon selamat dan sentosa.7
Kata tersebut berasl dari salimah yang berati selamat, sentosa, aman dan damai.8 Selanjutnya islam
menjadi istilah atau nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat Manusia
melalui Nabi Muhamad Saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaranya yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan
manusia. Sumber dari
ajaran-ajaranyang mengambil berbagai aspek itu ialah Alquran dan Hadis.9
Selanjutnya apa
yang dimaksud filsafat islam itu? Untuk ini
terdapat sejumlah pakar yang mengemukakan pendapatnya. Musa Asy’ari misalnya,
mengatakan bahwa Filsafat Islam itu pada dasarnya merupakan medan pemikiran
yang terus berkembang dan berubah. Dalam kaitan ini diperlukan pendekatan historis
terdapat Filsafat Islam yang tidak menekankan pada studi tokoh, tetapi yang
lebih penting lagi adalah memahami proses dialetik pemikiran yang berkembang
melalui kajian-kajian tematik atas
persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman. Oleh karena itu, perlu
dirumuskan prinsip-prinsip dasar filsafat islam, agar dunia pemikiran islam
terus berkembang sesuai dengan perubahan zaman10. Lebih lanjut Musa
Asy’ari berpendapat bahwa filsafat islam dapat di artikan sebagai kegiatan
pemikiran yang bercorak islami. Islam disini menjadi jiwa yang mewarnai suatu
pemikiran. Filsafat disebut islami bukan karena yang melakukan aktivitas
kefilsafatan itu orang yang beragama islam, atau orang yang berkebangsaan arab
atau dari segi objeknya yang membahas mengenai pokok-pokok keislaman11.
Selanjutnya
dijumpai pula pengertian Filsafat Islam yang dikemukakan Amin Abdullah. Dalam
hubungan ini ia mengatakan: “meskipun saya tidak setuju untuk mengatakan bahwa
filsafat islam tidak lain dan tidak bukan adalah rumusan pemikiran Muslim yang
di tempeli begitu saja dengan konsep filsafat Yunani, namun sejarah mencatat
bahwa mata rantai yang menghubungkan gerakan pemikiran filsafat islam era
kerajaan Abbasiyah dan dunia luar di wilayah islam, tidak lain adalah proses
asimilasi dan akulturasi kebudayaan islam dan kebudayaaan Yunani lewat
karya-karya filosof muslim, seperti Al-kindi (185 H/801 M.-260 H./873 M.),
Al-Farabi (258 H/870 M.-339 H./950 M.), Ibn Miskawaih (320 H./932 M.-421 H/1030
M.), Al-Farabi (258 H/870 M.-339 H./950 M.), Ibn Sina (370 H/980 M.-428 H/1037
M), Al-Gazali (450 H/1058 M.-505 H/1111 M.)
dan Ibn Rusyd (520 H/1126 M.-595 H/1198 M.) Filsafat profetik
(kenabian), sebagai contoh, tidak dapat kita peroleh dari karya-karya Yunani.
Filsafat kenabian adalah trade mark filsafat islam12. Juga karya-karya
Ibn Bajjah (wafat 533 H / 1138 M), Ibn Tufail (wafat 581 H./1185 M) adalah
spesifik dan orisinal karya filosof muslim. Memang Alqur’an membawa cara yang
sama sekali baru untuk melihat Tuhan dan Alam, dan juga membahas hukum-hukum
yang tidak dapat diredusir dalam filsafat Yunani13.
Selanjutnya,
Damardjati Supadjar berpendapat bahwa dalam istilah filsafat islam dalam arti
filsafat tentang islam yang dalam bahasa inggris kita kenal sebagai philosophy
of islam. Dalam hal ini islam menjadi bahan telaah, objek material suatu studi dengan sudut
pandang atau objek formalnya, yaitu filsafat. Jadi disini islam menjadi genetivus
objectivus. Kemungkinan kedua, ialah filsafat islam dalam arti islamic
philosophy , yaitu suatu filsafat yang islami. Disini islam Genetivus
subjectivus, artinya kebenaran Islam terbabar pada dataran kefilsafatan14.
Dalam pada itu
dijumpai pendapat Ahmad Fuad Al-Ahwani yang mengatakan bahwa filsafat islam
ialah pembahasan yang meliputi berbagai soal alam semesta dan berbagai
macam-macam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun
bersama lahirnya agama islam15.
Berdasarkan
beberapa pendapat diatas, filsafat islam dapat di ketahui melalui lima cirinya
sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi sifat dan coraknya, filsafat Islam
berdasar pada ajaran islam yang bersumberkan Al-qur’an dan Hadits. Dengan sifat dan coraknya yang demikian
itu, filsafat islam berbeda dengan filsafat yunani atau filsafat barat pada
umumnya yang semata-mata mengandalkan akal pikiran(rasio). kedua, dilihat dari
segi ruang lingkup pembahasannya, filsafat islam mencakup pembahasan bidang
fisika atau alam raya yang selanjutnya disebut bidang kosmologi; masalah
ketuhanan dan hal-hal yang bersifat yang non materi ,yang selanjutya disebut bidang metafisika;
masalah kehidupan di dunia, kehidupan
di akhirat; masalah ilmu
pengetahuan, kebudayaan, dan lain sebagainya; kecuali masalah zat ketuhanan. Ketiga, dilihat dari segi datangnya filsafat islam
sejalan dengan perkembangan dengan islam itu sendiri, tepatnya ketika bagian dari ajaran islam
memerlukan penjelasan
secara rasional dan filofis; keempat, dilihat dari segi yang mengambangkannya, filsafat islam dalam arti materi pemikiran filisifatnya, bukan kajian sejarahnya, disajikan oleh orang-orang yang beragama islam, Kindi Al-farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali, Ibn
Rusyd, Ibn Tufail, Ibn Bajjah. Kelima, dilihat dari segi kedudukannya, filsafat
islam sejajar dengan bidang studi keislaman lainnya seperti fiqih, ilmu kalam,
tasawuf, sejarah kebudayaan islam dan pendidikan islam.
Berbagai bidang
menjadi garapan islam telah diteliti oleh para ahli dengan menggunakan berbagi
metode dan pendekatan secara seksama, dan hasilnya telah dapat kita jumpai saat
ini. Beberapa hasil penelitian tentang filsafat islam tersebut perlu kita kaji,
selain sebagai bahan informasi untuk mengembangkan wawasan kita mengenai
filsafat islam, juga untuk mengetahui metode dan pendekatan yang digunakan para
peneliti tersebut, sehingga pada gilirannya kita dapat mengembangkan pemikiran
filsafat islam dalam rangka menjawab berbagai masalah yang muncul di
masyarakat.
B. MODEL MODEL PENELITIAN FILSAFAT ISLAM
Dibawah ini kita sajikan berbagai model
penelitian filsafat Islam yang dilakukan para ahli dengan tujuan untuk
dijadikan bahan perbandingan bagi pengembangan filsafat islam selanjutnya
1.
Model M. Amin
Abdullah
Dalam rangka penulisan disertasinya, M. Amin
Abdullah mengambil bidang penelitiannya pada masalah filsafat Islam. Hasil
penelitiannya ia tuangkan dalam bukunya berjudul The Idea of Universality
Ethical Norm in Ghazali and Kant. Dilihat dari segi judulnya, penelitian ini
mengambil metode penelitian kepustakaan yang bercorak deskriptif, yaitu
penelitian yang mengambil bahan-bahan
kajiannya pada berbagai sumber baik yang ditulis oleh tokoh yang diteliti itu
sendiri (Sumber Primer), maupun dari sumber yang ditulis dari orang lain
mengenai tokoh yang ditelitinya itu (Sumber Sekunder). Bahan-bahan tersebut selanjutnya diteliti
keotentikannya secara seksama, diklasifikasikan menurut variable yang ingin
ditelitinya, dalam hal ini masalah etik, dibandingkan antara satu sumber dengan
sumber lainnya di deskripsikan (Diuraikan menurut logika berfikir tertentu),
dianalisis dan disimpulkan.
Selanjutnya
dilihat dari segi pendekatan yang digunakan, M. Amin Abdullah kelihatannya
mengambil pendekatan studi tokoh dengan cara melakukan studi komparasi(perbandingan) antara pemikiran kedua tokoh tersebut (Al
Ghazali dan Immanuel Kant), khususnya
dalam bidang etika.
Hasil
penelitian Amin Abdullah dalam bidang filsafat islam selanjutnya dapat dijumpai
dalam berbagai karyanya baik yang ditulis secara tersendiri, maupun gabungan
dengan karya karya orang lain. Dalam bukunya berjudul Studi Agama Normativitas
atau Historisitas, M. amin Abdullah mengatakan ada kekaburan dan kesimpangsiuran yang patut disayangkan di
dalam cara berfikir kita, tidak terkecuali di lingkungan perguruan tinggi dan
kalangan akademis. Tampaknya kita sulit membedakan antara filsafat dan sejarah
filsafat, antara filsafat islam dan sejarah filsafat islam. Biasanya kita
korbankan kajian filsafat, karena kita selalu dihantui oleh trauma sejarah abad
pertengahan, ketika sejarah filsafat islam diwarnai oleh pertentangan pendapat
dan perlehatan pemikiran antara Al Ghazali dan Ibnu Sina, yang sangat
menentukan jalannya sejarah pemikiran umat islam.
Kritik Amin
Abdullah tersebut timbul setelah ia melihat melalui penelitiannya, bahwa
sebagian penelitian filsafat islam yang dilakukan para ahli selama ini berkisar
pada masalah sejarah filsafat islam, dan bukan pada materi filsafatnya itu
sendiri.
Penelitian yang
polanya mirip dengan Amin Abdullah tersebut dilakukan pula oleh Sheila Mc
Donough dalam karyanya berjudul Muslim Ethics and Modernity, A Comparative
Study of The Ethical Thought of Sayyid Ahmad Khan and Mawlana Mawdudi. Buku
tersebut telah diterbitkan oleh Wilfrid Laurier University Press, Kanada, pada
tahun 1984. Dalam buku tersebut yang dijadikan objek penelitian adalah Ahmad Khan dan Mawlana
Mawdudi yang keduannya adalah orang Pakistan dan telah dikenal di dunia islam.
Penelitian tersebut termasuk kategori penelitian kualitatif, berdasar pada
sumber kepustakaan yang ditulis oleh kedua tokoh tersebut atau oleh orang lain
mengenai tokoh tersebut. Sedangkan corak penelitiannya adalah penelitian deskriptip
analitis, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tokoh dan
komparatif studi. Melalui penelitian demikian akan dapat dihasilkan kajian
mendalam dalam salah satu bidang kajian, serta latar belakang pemikiran yang
menyebabkan mengapa kedua tokoh tersebut mengemukakan pendapatnya seperti itu.
2.
Model Otto
Horrassowitz, Majid Fakhry dan Harun Nasution
Dalam bukunya berjudul History of Muslim
philosophy, yang diterjemahkan dan disunting oleh M.M Syarif ke dalam bahasa
Indonesia menjadi Para Filosof Muslim,
Otto Horrassowitz telah melakukan penelitian terhadap seluruh pemikiran
filsafat Islam yang berasal dari tokoh tokoh filosof abad klasik, yaitu Al
Kindi, Ar Razi, Al
Farabi, Ibn Miskawaih, Ibn Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, Ibn Rusyd dan Nasir
Al Din Al Tusi. Dari Al Kindi dijumpai pemikiran filsafat tentang Tuhan,
keterhinggaan, ruh dan akal. Dari Ar Razi dijumpai pemikiran filsafat tentang
teologi, moral, metode, metafisika, Tuhan, Ruh, Materi, Ruang, dan Waktu.
Selanjutnya, dari Al Farabi dijumpai pemikiran filsafat tentang logika,
kesatuan filsafat, teori sepuluh kecerdasan, teori tentang akal, teori tentang
kenabian, serta penafsiran atas Al Qur’an. Selanjutnya dari Ibn Miskawaih
dijumpai pemikiran Filsafat tentang Moral, Pengobatan Rohani, dan Filsafat
sejarah. Dalam pada itu dari Ibn Sina dikemukakan pemikiran filsafat tentang wujud,
hubungan Jiwa dan raga, ajaran kenabian, Tuhan dan Dunia. Dari Ibnu Bajjah
dijumpai pemikiran filsafat tentang materi dan bentuk, psikologi, akal dan
pengetahuan, Tuhan, sumber pengetahuan, politik, etika, dan tasawuf. Dari Ibn
Tufail dikemukakan pemikiran filsafat tentang akal dan wahyu sebagai yang dapat
saling melengkapi yang dikemas dalam Novel fiktifnya berjudul Hay Ibn Yaqzan
yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia: Tujuan risalah, Doktrin
tentang dunia, Tuhan, Kosmologi cahaya, epistomologi, etika, filsafat, dan
agama. Selanjutnya dari Ibn Rusyd, dikemukakan pemikiran filsafat tentang
hubungan filsafat dan agama, jalan menuju Tuhan, jalan menuju Pengetahuan,
jalan menuju ilmu, dan jalan menuju wujud. Dalam pada itu dari Nasir Al din Tusi
dikemukakan pemikiran filsafat tentang akhlak nasiri, ilmu rumah tangga, politik, sumber
filsafat praktis, psikologi, metafisika, Tuhan, Creatio ex nibilo, kenabian,
baik dan buruk serta logika.
Selain
mengemukakan berbagai pemikiran filosofis sebagaimana tersebut diatas,
Horrassowiz juga mengemukakan mengenai riwayat hidup serta karya tulis dari
masing masing tokoh tersebut. Untuk mendalami berbagai pemikiran filosofis
tersebut silakan anda langsung membaca buku tersebut, karena disini hanya
dikemukakan dari sisi penelitiannya saja.
Dengan demikian
jelas terlihat bahwa penelitiannya termasuk penelitian kualitatif.
Sumbernya kajian pustaka, metodenya deskriptis analitis, sedangkan pendekatannya
historis dan tokoh. Yaitu bahwa apa yang disajikan berdasarkan data-data yang ditulis ulama terdahulu, sedangkan titik
kajiannya adalah tokoh.
Penelitian
serupa itu juga dilakukan oleh Majid Fakhry. Dalam bukunya berjudul A History
of Islami Philosophy dan diterjemahkan oleh mulyadi kartanegara menjadi
sejarah filsafat Islam, Majid Fakhry
selain menyajikan hasil penelitiannya tentang Ilmu Kalam, Mistisme, dan
kecenderungan-kecenderungan
modern dan kotemporer juga berbicara tentang filsafat. Khusus dalam bidang
filsafat, ia berbicara tentang Al Kindi, Ibn Ar Rawandi, Ar Razi, Abu Hayyan Al Tauhidy, Ibn Maskawaih,
Yahya bin adi , Ibn Massarah, Al Majrithi, Ibn Bajjah, Ibn Tufail, Ibn Rusyd, As Suhrawardi dan Shadr Ad Din Asy Syirazi. Majid Fakhry selain mengemukakan
riwayat hidup dan karya-karya dari
masing-masing tokoh tersebut
juga mengemukakan pemikirannya dalam bidang filsafat.
Penelitiannya
tersebut tampaknya menggunakan campuran, yaitu selain menggunakan pendekatan historis juga menggunakan pendekatan
kawasan, bahkan pendekatan subtansi. Melalui pendekatan historis, ia
mencoba meneliti latar belakang munculnya berbagai pemikiran filsafat dalam
islam. Sedangkan dengan pendekatan kawasan, ia mencoba mengelompokkan para
filosof kedalam
kelompok timur dan barat (dalam
hal ini spanyol), dan dengan pendekatan substansi, ia mencoba mengemukakan
berbagai pemikiran filsafat yang dihasilkan dari berbagai tokoh tersebut. Untuk
lebih mendalami materi kajian yang dikemukakan oleh para tokoh tersebut silakan
anda langsung menelan buku tersebut.
Dalam pada itu
Harun Nasution, juga melakukan penelitian filsafat dengan menggunakan bahan
bahan bacaan baik yang ditulis oleh tokoh yang bersangkutan maupun penulis lain
yang berbicara mengenai tokoh tersebut, dengan demikian penelitiannya bersifat
kualitatif.
Melalui
pendekatan tokoh, Harun Nasution mencoba menyajikan pemikiran filsafat
berdasarkan tokoh yang ditelitinya yang dalam hal ini Al Kindi, Al Farabi, Ibn
Sina, Al Ghazali, dan Ibn Rusyd. Sedangkan dengan pendekatan historis,
Harun Nasution mencoba menyajikan tentang sejarah timbulnya pemikrian filsafat
islam yang dimulai dengan kontak pertama antara islam dan ilmu pengetahuan
serta falsafah Yunani.
3.
Model Ahmad
Fuad Al Ahwani
Ahmad Fuad Al Ahwani termasuk pemikir modern
dari Mesir yang banyak mengkaji dan meneliti bidang filsafat islam. Salah satu
karyanya dalam bidang filsafat berjudul filsafat islam. Dalam bukunya ini ia
selain menyajikan sekitar problem filsafat islam juga menyajikan tentang zaman
penerjemahan, dan filsafat yang berkembang di kawasan Masyriqi dan Maghribi. Di
kawasan Maghribi
ia kemukakan Ibn Bajjah, Ibn Tufail dan Ibn Rustd. Selain mengemukakan riwayat
hidup serta karya dari masing-masing
tokoh filosof tersebut, dikemukakan tentang jasa dari masing masing filosof
tersebut serta pemikirannya dalam bidang filsafat.
Dengan
demikian, metode penelitian yang ditempuh Ahmad Fuad Al Ahwani adalah
penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan. Sifat dan coraknya adalah
penelitian deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah pendekatan
yang bersifat campuran, yaitu pendekatan historis, pendekatan kawasan dan
tokoh. Melalui pendekatan
historis, ia mencoba menjelaskan latar belakang timbulnya pemikiran filsafat
Islam, sedangkan dengan pendekatan kawasan ia mencoba membagi tokoh tokoh
filosof menurut tempat tinggal mereka, dan dengan pendekatan tokoh, ia mencoba
mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai dengan tokoh yang
mengemukakannya.
Berbagai hasil
penelitian yang dilakukan para ahli mengenai filsafat islam tersebut memberi
kesan kepada kita, bahwa pada umumnya penelitian yang dilakukan bersifat
penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan bacaan sebagai sumber rujukannya. Metode
yang digunakan umumnya bersifat deskriptif analitis. Sedangkan
pendekatan yang digunakan umumnya pendekatan historis, kawasan,
dan subtansial. Penelitian dan pengkajian filsafat demikian sulit
diharapkan dapat melahirkan para filosof. Penelitian tersebut belum berhasil
mengangkat dasar pemikiran yang membentuk filsafat itu sendiri. Pengkaji
filsafat biasanya terbiasa dengan diskusi dan perbincangan yang begitu mendalam
tentang uraian-uraian dan
kutipan filosofis, hampir seolah-olah kutipan kutipan filosofis itu baru saja
dihasilkan dan seolah-olah tidak
mengalami kesulitan interpretasi yang melelahkan.
Berdasarkan
informasi tersebut, sebenarnya masih terbuka luas objek penelitian di bidang
filsafat Islam, yaitu objek yang berkenaan dengan cara atau metode yang
digunakan oleh para filosof terdahulu untuk kemudian dijadikan sebagai bahan
perbandingan untuk selanjutnya digunakan bagi kepentingan pengembangan
pemikiran filsafat lebih lanjut.
PENUTUP
Apa yang
dikemukakan para peneliti terhadap pemikiran filsafat Islam tersebut nampak selalu menyajikan tokoh yang dari satu
sisi ada tokoh yang bersamaan diteliti, dan ada pula tokoh yang tidak diangkat
oleh peneliti yang satu, namun
oleh peneliti lainnya diangkat. Kita tidak tahu persis mengapa hal itu bisa
terjadi. Apakah karena keterbatasan sumber rujukan yang dimiliki masing masing
atau karena maksud lainnya yang disebabkan karena peneliti tersebut kurang
tertarik atau tidak sejalan dengan tokoh filosof yang ditelitinya.
Dewasa ini
setahap demi setahap pemikiran filsafat islam atau berfikir secara filosofis
sudah mulai diterima masyarakat. Berbagai kajian di bidang keagamaan selalu dilihat dari
segi pemikiran filosofisnya, sehingga makna subtansial, hakikat, inti, dan
pesan spiritual dari setiap ajaran keagamaan tersebut dapat ditangkap dan
dihayati dengan baik. Tanpa bantuan filsafat, masyarakat cenderung terjebak
kedalam bentuk ritualistik semata mata
tanpa tahu apa pesan filosofis yang terkandung dalam ajaran tersebut. Filsafat
juga semakin diperlukan dalam situasi yang semakin memadu dan menyatu antara
satu bidang pengetahuan dengan pengetahuan lainnya.
Filsafat islam
itu sendiri sangat banyak sekali diadopsi oleh filasafat yunani (barat)
sehingga kebanyakan orang-orang islam itu sendirilah yang cenderung lebih
bersifat menerima akan doktrin-doktrin Al-Qur’an dan Al-Hadits. Medote
Diakronislah yang kami pakai dalam makalah ini, dengan membandingkan antara
filsafat islam dan filsafat yunani. Kemudian kami mengasumsikan bahwa ternyata
akan ada studi komparasi dari kesemuaan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar